08 Mei MEMULAI DENGAN MODAL DENGKUL (Bagian-2)
Oleh : Suhu Wan (Ketum AMRI & Owner 84 Idolmart)
Action saya berikutnya adalah mendatangi pemborong (kontraktor kecil-kecilan) untuk menghitung berapa biaya membangun toko ukuran 12 X 8 meter persegi. Begitu keluar hitungan saya kaget, lumayan besar dan “saya tidak punya dana”?.
Saya belum pernah yang namanya membangun rumah atau toko sebelumnya, mau menawar pun saya bingung, selain sangat tinggi harganya saya tidak tahu apa yang ditawar?. Akhirnya saya panggil pemborong yang kedua, nah dari dua pemborong itulah saya adu dan saya menawar dan mengadu harganya.
Tidak puas dengan 2 pemborong saya ambil lagi pemborong ketiga untuk meminta penawaran, sampai akhirnya saya mendapatkan harga terbaik. Namun tetap saya “tidak ada dananya”?
Akhirnya saya berdiskusi dengan seorang tukang bangunan namanya Mas Kalim (sudah almarhum), yang sudah lama kenal dengan keluarga besar isteri saya dan sering mengerjakan renovasi toko atau rumah keluarga, dan sudah seperti keluarga sendiri. Saya sampaikan kepada Mas Kalim jika saya mau membangun toko seluas 12 X 8 meter,”Mas Kalim tolong hitung berapa biayanya, dan tolong hitung semurah mungkin, yang penting jangan sampai saat tokonya berdiri dan pelanggan lagi belanja tokonya ambruk karena saking murahnya?.
Setelah Mas Kalim selesai menghitung, ternyata jauh lebih murah dari 3 hitungan pemborong sebelumnya (soalnya hanya hitungan seorang tukang) saya baru berkata,”Saya mau jujur sama Mas Kalim bahwa saya tidak punya uang”?
“Yah…kamu Wan, tidak punya uang, kok tidak ngomong dari awal?”, ujar Mas Kalim.
“Kan jika saya ngomong dari awal pasti Mas Kalim tidak mau menghitungkan”?kilah saya.
“Justru saya mau minta bantuan Mas Kalim, bagaimana caranya agar toko saya bisa berdiri”, pinta saya.
Setelah menceritakan keadaan keuangan saya, ada cicilan DP tanah Rp 4,8 juta selama 4 kali/bulan, sementara keuntungan Toko Nada (kios saya yang sudah berdiri) paling hanya Rp 4 juta. Lalu Mas Kalim bertanya pada saya,”Bisa nggak toko nada mengeluarkan uang Rp 150 ribu per hari?”
“Buat apa Mas Kalim?” tanya saya.
“Untuk bayar upah tukang per hari sebanyak 3 orang” jawab Mas Kalim.
“Terus untuk upah Mas Kalim sendiri bagaimana?”
“Untuk saya tidak apa-apa nanti saja jika toko kamu sudah jalan Wan”, jawab Mas Kalim.
Saya berpikir jika diambil Rp 150 ribu per hari dari kios saya pasti akan masalah dengan stok barang dan bisa membuat omsetnya turun, langsung saya berkata lagi,”OK Mas Kalim, saya setuju toko nada mengeluarkan uang 150 ribu per hari, tetapi ada syaratnya, 1 bulan toko itu harus jadi”
Mas Kalim kaget,”hah…toko seluas 96 meter persegi selesai dalam 1 bulan dengan 4 orang?”
“Kan toko ini diperempatan, nanti folding gate nya (pintu lebar yang untuk toko) letter L (dua sisi), berarti dinding yang dibuat hanya letter L juga, apa susahnya buat dinding 2 sisi plus tutup (atap) seperti itu,”debat saya?.
“Wan…emang kamu sudah pernah bangun rumah”, tanya Mas Kalim
“Belum” jawab saya?
“Kok pintaran kamu ngajarin saya” sahut Mas Kalim ??
Akhirnya toko itu selesai dalam tempo 40 hari.
Eh…bahan material kan saya belum cerita, saya punya teman akrab di Cikarang Baru yang punya toko bahan bangunan. Saya bertanya,”Kamu ngasih hutang nggak untuk bahan bangunan?”
“Untuk orang pribadi tidak, tetapi untuk perusahaan biasanya saya kasih tempo pembayaran 1 bulan” jawab teman saya.
“Jika saya yang hutang dikasih nggak?” tanya saya lagi.
“Saya kasih 1 bulan deh” jawab teman saya.
“Nggak ah…tolong bantu, saya minta 2 bulan” desak saya.
“Ya udah deh” teman saya setuju.
Tetapi realisasi lunasnya 3 bulan, biasalah, sama teman-teman…mundur-mundur.?
Bagaimana Bang dan Non semua? Apakah “kisah nyata” ini saya lanjutkan lagi?
No Comments