07 Feb FINANCIAL FREEDOM (Bagian 10)
Oleh : Suhu Wan (Ketum AMRI & Owner Idolmart)
Pertanyaan dari tulisan terdahulu tentang kerabat saya ini, apa yang membuat dia tabah dalam menjalani kehidupan yang prihatin? Apakah sampai sekarang kehidupannya masih seperti itu?
Dia sangat menyadari bahwa kunci untuk meraih kesenangan dalam hidup adalah MENUNDA KESENANGAN. Jika kita tidak pernah menunda kesenangan, ada uang sedikit pergi ke mall jalan-jalan, terima gajian pergi makan ke restoran dll….maka kita tidak akan pernah senang. Tetapi jika kita mau menunda kesenangan maka akhirnya kita akan dapat hidup senang.
Saat sekarang apakah kehidupannya masih seperti itu? Tentu jelas sudah berbeda, karena dia sudah financial freedom sekarang.
Namun walaupun pola kehidupannya lebih baik dia tetap memperhitungkan besarnya pengeluaran harus jauh dibawah pendapatan yang dia terima.

OK dia cukup berhitung dalam pengeluaran, terutama pengeluaran pribadi, apakah untuk sedekah juga dia berhitung?
Untuk sedekah jangan dibilang, dari dulu dia selalu bersedekah dan menurut saya jauh diatas rata-rata dibanding orang dengan penghasilan sekelas dia. Bahkan dia bisa sekali bersedekah senilai 100 juta. Dia sudah membayarkan haji bukan hanya untuk orang tuanya, bahkan untuk beberapa saudara2 kandungnya dan saudara2 kandung isterinya.

Saya tidak bermaksud riya (walaupun bukan untuk saya
) menceritakan ini, saya hanya bermaksud untuk memberikan motivasi bagi kita semua termasuk buat saya sendiri. Bersedekah ini merupakan kunci utama keberhasilan bisnis nya, karena bersedekah ini adalah UANG BALIK, dan baliknya bisa sangat luar biasa.

Mungkin ada yang bertanya, kenapa ada orang yang juga rajin bersedekah tetapi usahanya tetap gagal? Padahal kan dijanjikan orang yang rajin bersedekah tidak akan miskin.
Disinilah letak perbedaan dia dengan sebagian orang. Dia bersedekah luar biasa, tetapi ikhtiar usahanya juga sangat bagus dan dia tidak mau berfoya-foya. Sementara ada orang yang sebenarnya rajin bersedekah tetapi juga rajin berfoya-foya dan ikhtiarnya tidak maksimal.
Saya lanjutkan lagi cerita tentang kerabat saya ini, sebelum dia risgn dari pekerjaannya, dia pernah bertanya kepada saya,”Kapan sebaiknya saya berhenti dari pekerjaan dan fokus pada toko saya?”
Saya jawab jika omsetnya mampu mencapai sekitar (saya agak lupa
) Rp 50 juta. Karena menurut hemat saya dengan omset sebesar itu laba bersihnya sudah diatas gajinya yang sedikit dari UMR saat itu.

Tahun 2010 akhirnya omsetnya tercapai dan dia risign dari pekerjaan. Oh ya…karena kerabat memang saya sudah kenal jauh hari dengannya. Orangnya sangat berminat untuk belajar, dan juga sangat mendengarkan masukan-masukan dari orang yang dia percaya dan lebih berpengalaman.
Ini juga merupakan kunci keberhasilannya, mau belajar dari orang lain. Banyak orang yang pengalaman usaha baru namun sudah merasa pintar, susah mau mendengar masukan orang termasuk masukan mentornya. Walaupun dia mendengarkan namun dia melakukan hal yang berbeda.
Setelah fokus maka tokonya berkembang lebih cepat lagi. Menjalankan sambilan saja tokonya sudah bagus, apalagi disaat dia fokus. Omsetnya terus merangkak naik dari waktu ke waktu. Sementara pengeluarannya tetap dia pertahankan sederhana, sehingga uang kasnya mulai terkumpul.
Saya pernah mengatakan kepadanya dan dia ikuti dengan seksama,”Selagi toko itu kita ngontrak maka setiap saat bisa saja bisnis kita berakhir. Walaupun kita bisa pindah tetapi kita harus merintis dari awal, maka usahakan kita mampu memiliki tokonya sendiri”.
Tahun 2014 dia membeli rumah di pinggir jalan yang bagus dan strategis seharga Rp 800 juta, kemudian dia bangun menjadi ruko 2 lantai dan dibukalah tokonya yang ke-2. Toko yang ke-2 ini juga sangat bagus sehingga pendapatannya menjadi dua kali lipat.
Bagaimana cara dia mengelola 2 toko yang berjalan sangat baik? Karena jika sudah 2 toko tentu sudah harus memiliki sistem. Bang dan Non nggak bosan kan saya agak panjang menceritakan tentang kerabat saya ini?

No Comments